Tren ritel di kuartal II 2023 menunjukkan adanya penurunan. Angka tersebut membuat Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey khawatir. Menurut catatannya, pertumbuhan sektor ritel modern di kuartal II 2023 sebesar 1,2 persen, lebih rendah dari kuartal I sebesar 2,56 persen. "Ini yang saya bilang bertolak belakang. Inflasi (nasional) merendah, pertumbuhan ekonomi meningkat, tetapi sektor ritel modern ini justru rendah," kata Roy kepada wartawan di Jakarta, dikutip Sabtu (19/8/2023).
Ia mengaku prihatin akan situasi ini. Adapun sejumlah alasan penurunan pertumbuhan ini disebabkan oleh berbagai hal. Pertama, perilaku konsumen berubah. Roy mengatakan, mereka lebih memilih untuk belanja dari rumah melalui aplikasi. "Kalau belanja dari rumah kan beda dengan di toko. Kalau belanja ke toko, bisa tahu tahu satu troli," kata Roy.
Umay Shahab Awali Karier sejak Usia 3,5 Tahun, Ungkap Pernah Jatuh karena Coboy Junior JPU Menuntut Reza Artamevia 1,5 Tahun Penjara karena Menyalahgunakan Narkoba Wartakotalive.com Ditangkap di Batu Merah Ambon karena Narkoba, Rizal Rais Dituntut 5 Tahun Penjara
Kunci Jawaban Post Test Modul 2, Penyusunan Asesmen Penentuan Alat Ukur yang Tepat Tergantung Pada? Kunci Jawaban PAI Kelas 8 Kurikulum Merdeka Halaman 158 161: Soal Pilihan Ganda Halaman all "Kalau belanja dari aplikasi, delivery, ya paling satu tas isi berapa kebutuhan pokok saja. Jadi, jumlah atau ukurannya menurun," sambungnya.
Kedua, peritel banyak yang belum berubah menjadi lebih kekinian. "Kekinian itu sekarang menjadi hal yang penting. Mengadopsi teknologi, mengadopsi bagaimana penjualan yang tidak hanya di toko, tetapi lewat berbagai cara seperti media sosial, WhatsApp marketing, dan sebagainya," ujar Roy. Ketiga, ia mengatakan suasana sekarang masih menantang dan Indonesia sedang berada di tahun politik.
"Kita masuk ke tahun politik yang semuanya tentu masih melihat situasi dan kondisi, sehingga ada kecenderungan untuk menahan belanja di ritel," kata Roy. Keempat, pengeluaran masyarakat yang kini tidak cenderung menghabiskan uang untuk kebutuhan pokok. Namun, masyarakat disebut lebih mengutamakan menabung, baik itu untuk pendidikan, investasi, atau hal lainnya.
"Kebetulan pas kuartal kedua ini masuk musim pendidikan, musim masuk sekolah bagi orang tua. Belanja yang cukup saja, yang sesuai kebutuhan," ujar Roy. Ia kemudian mengatakan, dalam hal ini pasar swalayan besar (supermarket dan hypermarket) lebih terdampak dibanding minimarket yang tak begitu merasakan imbasnya. Jadi, Roy menyebut bahwa kondisinya sekarang ini memang ritel sedang tidak baik baik saja, kontraproduktif dengan situasi Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekonomi bagus.
Roy pun meminta pemerintah agar lebih memperhatikan ritel. Sebab jika tidak, tentunya akan sulit bagi pihak ritel untuk berkontribusi kepada perekonomian Indonesia. "Bisa dibayangkan ketika ritelnya sehat atau perkembangan daripada sektornya ke hilir ini bagus, pasti akan kontribusi ke ekonomi lewat konsumsi dan pertumbuhan kita mestinya bisa naik lagi," kata Roy.